Penetapan Tersangka Pengacara di Bontang Dinilai Keliru

TERASKATA.COM, BONTANG – Salah seorang pengacara di Bontang, Ngabidin Nurcahyo ditetapkan tersangka oleh Penyidik Polres Kota Bontang.

Dia ditetapkan tersangka pada 04 Januari 2023 lalu, saat mendampingi kliennya dalam perkara kasus harta gono gini.

Itu lantaran Ngabidin dianggap telah membocorkan rahasia nasabah bank tanpa se izin pemilik rekening.

Ngabidin ditetapkan tersangka dengan mengacu pada pasal 47 ayat 2 UU 10/1998 dimana Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan.

Klien Ngabidin digugat soal pembagian harta gono gini dalam perkara perkara no. 34/Pdt G/2021/PN Bon tertanggal 24 November 2022 lalu.

Atas kepentingan perkara ini, Ngabidin mengajukan permohonan formal ke pihak bank untuk memperoleh informasi saldo rekening penggugat dalam pembagian harta gono gini.

Usai ditetapkan tersangka, anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) itu mengajukan permohonan agar kasus ini di pra peradilankan.

Sidang pra peradilan pun digelar Senin (27/2/2023), di Pengadilan Negeri Bontang. Dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan pengambilan kesimpulan.

Didampingi 90 pengacara, Ngabidin mengajukan gugatan untuk Kapolri, Kapolda Kaltim, Kapolres Bontang, dan Aipda Herman Aidil selaku penyidik Polres Bontang.

Salah Satu Kuasa Hukum Ngabidin, Agus Amri mengatakan, pasal yang digunakan penyidik Polres Bontang terhadap kliennya itu keliru.

Sebab, saat itu Ngabidin sedang menjalankan profesinya sebagai advokat. Sehingga permohonan Ngabidin dalam meminta data nasabah di bank dilegalkan jika itu merupakan kepentingan persidangan.

Dia bilang, jika Ngabidin dalam menjalankan profesinya melanggar kode etik maka akan diatur dalam majelis pengawas advokat.

“Seharusnya ini ke dewan pengawas dulu, karena terkait dengan profesinya sebagai advokat,” ujarnya.

Lebih lanjut, Agus Amri menyampaikan bahwa penyidik Polres Bontang harusnya meminta pendapat atau berkordinasi terlebih dahulu. Dia juga menuturkan, 90 pengacara dari Peradi komitmen mendampingi Ngabidin hingga pekara ini selesai.

“Kami telah memeriksa dan dia (Ngabidin) tidak melanggar kode etik,” katanya.

Sementara itu, Saksi Ahli dari Universitas Mulawarman Nur Arifudin menyebut penetapan Ngabidin sebagai tersangka dalam perkara ini tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dia mengatakan, penetapan seorang pengacara menjadi tersangka dalam perkara ini jika berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tidak tepat.

Sebab, pasal yang digunakan oleh penyidik yaitu.  41 dan 41 A. Sementara, yang kedua yakni pasal 42 soal Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.

“Ini bukan perkara pidana, dan jika mengarah ke perdata, makamasuk dalam pasal 43 Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,” katanya.

Sehingga, menurut saksi ahli, informasi nasabah dapat diberikan jika itu dalam kepentingan persidangan. Yakni Direksi bank yang bersangkutan dapat memberikan informasi kepada Pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan.

Demikian dalam perkara ini, data yang diterima oleh Ngabidin dari pihak bank tidak perlu ada persetujuan dari Kepala Bank Indonesia maupun Kementerian sebab bukan masalah piutang ataupun masalah pidana. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *