JATAM Kaltim: Wadah Perjuangan Dibajak Perusak Lingkungan

Headline1846 Dilihat

TERASKATA.Com, Samarinda – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur menegaskan bahwa JATAM Kaltim tidak terlibat, tidak diundang, dan tidak memiliki hubungan apapun dengan penyelenggaraan Festival Sungai Santan Ke-III. Kegiatan itu direncanakan berlangsung pada 27 November 2025 di Marangkayu, Kutai Kartanegara.

Menurut JATAM, Penegasan ini penting disampaikan. Karena sejak awal kegiatan festival ini merupakan bagian dari alat perjuangan menolak tambang. Kegiatan ini  awalnya digagas oleh kelompok Tani Muda Santan, Warga dan JATAM Kaltim.

Hanya saja, belakangan kegiatan itu dibajak oleh perusahaan tambang batubara PT. Indominco Mandiri (IMM).

”Pernyataan sikap ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang perjuangan warga Santan, dalam menghadapi dampak pertambangan batubara.  Khususnya aktivitas PT Indominco Mandiri (IMM),” demikian JATAM dalam rilis resminya yang diterima Redaksi Teraskata.com, Jumat (28/11/2025).

Temuan JATAM di Sungai Palakan

Dalam laporan JATAM “Membunuh Sungai” hasil uji kualitas air di Sungai Palakan dan Sungai
Santan menunjukkan indikasi pencemaran berat. Termasuk tingkat keasaman (pH) dibawah baku
mutu dan kandungan sedimen yang tinggi.

Temuan tersebut diperkuat oleh catatan lapangan dan pemberitaan media. Dimana menunjukkan hilangnya ikan dan udang sumber protein utama warga, serta menurunnya debit air bersih yang sebelumnya menjadi penopang hidup masyarakat setempat.

Beragam riset dan investigasi akademik juga mencatat, operasi tambang di kawasan
aktivitas pertambangan di kawasan Palakan-Santan telah mengubah struktur ekologis sungai.

Memicu banjir, meninggalkan endapan sedimen dalam jumlah besar, hingga menciptakan ratusan hektare lubang bekas tambang yang belum direhabilitasi.

Sungai yang dulunya menjadi ruang hidup tempat masyarakat. Mulai aktivitas mandi, minum, menangkap ikan, mengairi kebun, dan menjalankan kegiatan ekonomi. Kini, tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.

Warga terpaksa membeli air bersih, kehilangan sumber nafkah, dan menghadapi bahaya akibat perubahan aliran air dan lubang tambang yang mengancam keselamatan.

Kerusakan sungai santan akibat limbah tailing yang dibuang ke sungai menyebabkan punahnya
biota asli sungai santan. Yaitu kerang kapah dan ikan biawan. Selain itu, akibat peracunan sungai santan yang mengakibatkan ekosistem sungai hilang dan rusak.

Sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2010, ada 11 warga di desa santan tewas diterkam buaya. Satwa buaya yang berada di wilayah muara, buaya yang habitatnya terganggu juga sulit mencari makan dan berpindah mendekati pemukiman warga. Itu mengancam warga yang sehari-hari bergantung dengan sungai santan.

Perjuangan Warga Santan di Sungai Palakan

Di tengah situasi ini, perjuangan warga Santan bukanlah baru dan seremonial. Perjuangan warga Santan telah berlangsung sejak awal 2010-an dan terus berlanjut hingga hari ini.

Salah satu kelompok yang paling konsisten adalah Kelompok Tani Muda Santan. Yang bersama para petani, perempuan, pemuda, dan tokoh masyarakat terus menyuarakan kerusakan lingkungan di daerah mereka.

Kelompok ini berulang kali menggelar aksi protes, mengirimkan surat keberatan kepada
pemerintah, melakukan inspeksi lapangan secara mandiri, hingga mengetuk pintu berbagai
lembaga negara untuk menuntut tanggung jawab perusahaan.

Catatan perjuangan mereka juga menunjukkan upaya pendataan mandiri terhadap kebun-kebun
yang mati. Penutupan saluran air yang tercemar, serta pengorganisasian warga untuk
mempertahankan lahan dari ekspansi pertambangan.

Kelompok Tani Muda Santan berperan penting dalam memastikan suara warga tidak hilang, di tengah dominasi industri ekstraktif. Dan menjadi salah satu motor gerakan masyarakat dalam mempertahankan ruang hidup mereka.

Dibajak Perusahaan Tambang Sebagai Upaya Pencitraan

Dengan sejarah panjang perjuangan ini, sangat disayangkan bahwa penyelenggaraan festival
Sungai Santan Ke-III ini diduga kuat mendapatkan pendanaan dari PT Indominco Mandiri. Itu sebagai upaya greenwashing dan upaya pencitraan bagi perusahaan. Dimana dalam faktanya bahwa mereka merupakan aktor utama daya rusak yang dialami oleh Desa Santan.

”Festival ini awalnya bertujuan untuk menjaga identitas budaya dan sungai santan sebagai poros kehidupan masyarakat. Tetapi sungai tersebut hingga sekarang masih rusak dan tidak ada pertanggungjawaban pemulihan dari PT. Indominco Mandiri,” lanjut Jatam dalam rilisnya.

Banyaknya masalah lingkungan yang belum tertangani, serta kerusakan ekologis dan hilangnya
sumber penghidupan masyarakat. Menjadi teralihkan dengan dugaan kerjasama pendanaan dari PT. Indominco Mandiri untuk Festival.

Mengingat pada agustus 2024 forum desa santan masih melakukan aksi menuntut PT. Indominco menghentikan pembuangan limbah batu bara di sekitar desa santan ilir dan pencemaran udara di sekitar desa santan tengah dan ilir akibat aktivitas conveyor batubara. Tetapi dugaan kuat PT. Indominco Mandiri sebagai pemberi dana dari festival berbanding terbalik dengan perjuangan ini.

Karena itu, JATAM Kaltim menolak dikaitkan dengan kegiatan apa pun yang dapat mengaburkan
persoalan mendasar warga. Komitmen JATAM tetap berada bersama masyarakat Santan dalam
perjuangan mereka. Untuk memulihkan sungai, kebun, dan ruang hidup mereka.

Bukan pada acara yang menampilkan kondisi yang masih jauh dari penyelesaian masalah lingkungan dan membuat PT. Indominco Mandiri teralihkan dari tanggung jawabnya.

JATAM Kaltim akan terus membersamai warga Santan dan memastikan bahwa upaya pemulihan
lingkungan. Tidak dilemahkan atau dinetralisasi oleh kegiatan yang tidak berpihak pada
kepentingan rakyat. (rls/teraskata)