Bontang — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bontang Agus Haris mengatakan perjuangan untuk sengketa tapal batas antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) sudah berlangsung sejak lama.
Bahkan politisi Gerindra itu mengakui sudah melakukan kunjungan ke Kutim untuk membicarakan persoalan ini bersama dengan legislator Kutim pada tahun 2014.
Dia mengatakan dalam pertemuan besar-besaran itu seluruh komisi di DPRD Kutim ikut bergabung dan Agus Haris berkunjung waktu itu sebagai Ketua Komisi di DPRD Kota Bontang dengan membawa sebagian warga.
“Bayangkan 20 tahun kita berusaha ini berjuang, saya sudah beberapa kali juga ke Kutim. Tahun 2014 bulan Desember, itu ada rapat gabungan DPRD Kutim. Komisi A, B, C, dan D. Saya datang waktu itu sebagai Ketua Komisi 1 bersama dengan masyarakat,” ucap Agus Haris saat dihubungi, Rabu (7/8/2024).
Politisi Asal Sulawesi Barat (Sulbar) itu membeberkan dalam kunjungannya waktu itu menyampaikan kepada pihak Kutim bahwa dirinya datang sebagai saudara dan sahabat. Untuk itu dirinya tidak mendahului membahas masalah aturan terkati dengan tapal batas, dalam hal ini tepat di wilayah Kampung Sidrap.
“Saya waktu itu sampaikan bahwa saya datang sebagai saudara. Jadi saya tidak melihat aturan,” ucap Agus Haris menerangkan.
Agus Haris pun mengatakan pernyataan dia itu direspons oleh dewan bahwa pihak Kutim tidak bisa semerta-merta mengiyakan permintaan Bontang dengan alasan bahwa setiap pemerintahan harus dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Nahh dijawab salah satu anggota DPRD. Dia bilang bahwa ini pemerintahan tidak boleh dikelola tanpa aturan. Kita ini bekerja berdasarkan UU 47, Permendagri, sama UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,” ucapnya lagi.
Menanggapi itu Agus Haris mengatakan bahwa dia memahami persoaln tersebut. Pun begitu, Agus Haris menyampaikan jika Bontang rela atas aturan ini, maka pihaknya tidak lagi perlu memperkarakannya sampai kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya jawab bahwa saya paham. Kalau rela melepaskan kan tidak perlu kita sampai ke Mahkamah Konstitusi. Jawaban mereka harus tempuh jalur hukum. Kalau mau mengubah itu pake lagi upaya hukum. Jangan minta ke kita,” tukas Agus Haris. (Adv)