Bontang — Kepala BPN Kota Bontang, Heru Maulana, menerangkan pengajuan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) ke OSS harus memilih Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
Untuk PT Kawasan Industri Bontang (KIB), PKKPR-nya memilih khusus kawasan industri. Dia menerangkan ini seperti pengelola kawasan.
“Seperti di Pulogadung. Kalau di KIPI Maloy itu pengelolanya kebetulan pemerintah. Tapi KIPI Maloy bukan pembangun, tapi mengelola kawasa,” ucapnya dalam RDP dengan DPRD Bontang belum lama ini.
Sama juga, kata dia, dengan Perusahaan Kaltim Industrial Estate (PT KIE). Hanya saja PT KIE dikelola oleh swasta.
“Kalau di KIPI Bulungan juga sudah ada kawasan industri. Kemudian di PPU Gunung Minung, lalu di Balikpapan Kariangau,” terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan di Kalimantan ada banyak kawasan industri dan sebagiannya dikelola oleh pemerintah.
Heru juga menyampaikan progres PT KIB saat ini sudah mengajukan permohonan sertifikasi ke BPN. Kata dia, syaratnya sudah terpenuhi.
“Artinya surat tanahnya sudah ada, PBB-nya sudah dibayar,” tandasnya.
Kemudian BPN mengukur peta bidang, yang saat ini sudah mencapai sekitar 60 hektar.
“Kalau sudah diukur nanti kami bisa lanjutkan pendaftaran tanahanya,” jelasnya.
Heru lebih jauh menyampaikan untuk SK dari 700 hektar tanah tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
“Karena ada aturannya jika luasnya sekian maka kami hanya buat pengantar. Nanti SK-nya dari menteri ATR. Mereka kirim ke kami, kemudian kami terbitkan sertifikat,” terangnya.
Justeri, kata dia, jika pihaknya menolak berkas dari PT KIB yang sudah lengkap, maka takutnya mereka nanti yang disalahkan.
“Jadi kami hanya menerima berkas, jika sudah lengkap, kami proses. Justru kalau kami tolak nanti kami yang salah nanti,” katanya.
Mendengar penjelasan BPN, Agus Haris tampak heran nyatanya kawasan industri di Bontang Lestari bisa dikelola oleh pemerintah Kota Bontang.
“Ternyata pemerintah boleh. Aduhh semakin sedih aku rasanya ini. Betulan. Karena semestinya pemerintah bisa mengelola, kok kenapa kita kasi kepada swasta yang mengelola?,” cecar Agus Haris.
Politisi Gerindra itu menambahkan seandainya pemerintah yang membeli dengan harga 10 ribu, maka bukan soal lagi. Karena bagaimanapun, pemerintah tetap berjuang untuk rakyatnya.
Namun, nasi sudah jadi bubur, pihak swasta telah bersepakat dengan warga untuk pengelolaan tanah itu.
“Nahh ini sudah diserahkan ke swasta. Rakyatnya juga diobral tanahnya. Di mana keberpihakan kita? Di mana posisi kita sebagai pemerintah?,” tegas Agus Haris tampak geram.
“Tapi udah kalau sudah terlanjur. Khususnya saya sebagai fraksi Gerindra akan membuat catatan kepada pemerintah. Ini sebagai bentuk pengawasan kami. Sayang sekali, pemerintah lepaskan peluang besar ini untuk kepentingan masyarakat,” tukasnya. (Adv)