Hindari Tumpang Tindih Program Usaha Perkebunan di Kaltim, Surono Tekankan Koordinasi dan Kolaborasi

TERASKATAKALTIM — Dalam rangka Pendataan Komoditi Perkebunan untuk SDT-B (Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya) dan Kelompok Tani dengan Berbasis Aplikasi, Sekretaris Dinas Perkebunan (Disbun) Kalimantan Timur (Kaltim) Surono menghadiri Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Bidang Prasarana dan Sarana Kabupaten Kutai Timur (Kutim) di Hotel Aston Samarinda.

Kehadiran Surono dalam kegiatan tersebut mewakili Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ahmad Muzakkir.

Surono mengungkapkan pembangunan usaha perkebunan di Kaltim harus sejalan dengan visi dan misi Gubernur Kaltim. Hal itu sebagaimana tersebutkan dalam RPJMD.

Karena itu, diperlukan koordinasi dan kolaborasi antar provinsi dengan Kabupaten/Kota dalam menindaklanjuti rencana pembangunan tersebut. Agar program-program yang dicanangkan oleh pemerintah tidak terjadi benturan satu sama lain.

“Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih di dalam program pelaksanaan usaha perkebunan,” kata Surono.

Dia menjelaskan untuk memaksimalkan capaian program pengembangan perkebunan khususnya perkebunan rakyat perlu dilaksanakan pola kemitraan bersama perusahaan perkebunan besar.

Hal tersebut diyakini untuk meminimalisir ataupun mengatasi kekhawatiran akan kerugian yang akan diterima masyarakat.

“Dengan semakin berkembangnya hasil positif yang dicapai perusahaan perkebunan besar, di satu sisi juga sering terjadi permasalahan dengan masyarakat sekitar. Untuk itu diperlukan sinergi diantara keduanya. Sinergi itu dapat dilakukan melalui kemitraan,” jelas Surono.

Surono juga menuturkan bahwa Pemprov Kaltim fokus dalam pengembangan sektor perkebunan komoditas unggulan, seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, aren, pala, kelapa dalam dan lada.

Sebab, lanjut Surono, sektor perkebunan ini memiliki peranan penting dan strategis dalam membangun daerah.

“Sampai saat ini di Kaltim terdapat luas tanam komoditas perkebunan 1.575.966 hektare. Untuk semua komoditas dan untuk perkebunan kelapa sawit seluas 1.411.861 hektare dengan luas kebun inti 972.152 hektare dan kebun rakyat seluas 373.212 hektare,” tuturnya.

Tak hanya itu, sekitar 38,39 persen diantaranya merupakan usaha yang dilakukan oleh pekebun dengan luas areal kurang 25 hektare.

“Keberadaan pekebun tersebut belum teridentifikasi secara komprehensif sesuai dengan data faktual sehingga perlu mendapatkan perhatian pembinaan, antara lain melalui konsolidasi data dan registrasi,” ujarnya.

Dirinya menambahkan, pendaftaran atau STD-B yang dilakukan Bupati/Wali kota adalah untuk memperoleh data tentang areal yang diusahakan oleh pekebun yang luasnya kurang dari 25 hektare.

Demikian itu sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan Pasal (5).

“Pendaftaran pekebun tidak termasuk kegiatan perizinan usaha. Namun demikian kepala daerah, Bupati/Wali Kota atau pejabat yang ditunjuk melakukan pendaftaran usaha (STD-B) di wilayah kerjanya mempunyai tanggung jawab untuk mengetahui status, tingkat produktivitas, kepemilikan lahan, data teknis kebun dan berbagai informasi penting lainnya,” imbuhnya.

Surono juga membeberkan terdapat 5 manfaat STD-B diantaranya pendataan untuk mendukung statistik perkebunan.

“Kedua, untuk keperluan persyaratan program peremajaan sawit pekebun,” jelasnya.

Selanjutnya, untuk keperluan persyaratan sertifikasi ISPO. “Lalu kelengkapan mendapatkan bantuan pendanaan APBN ataupun pendanaan lainnya. Dan terkahir sebagai bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria,” tandas Surono. (adv/disbun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *