Prihatin Dengan Kondisi Guru BK, Rusman Ya’qub Usulkan Klinik Konseling ke Disdikbud Kaltim

TERASKATAKALTIM — Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Rusman Ya’qub mengusulkan pengadaan Klinik Konseling ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim.

Keterbatasan dan kurangnya dukungan atas guru Bimbingan Konseling (BK) menjadi penyebab dirinya menginisiasi hal tersebut.

“Saya memang mengusulkan ke Kadisdik Prov Kaltim agar membuat terobosan untuk mengatasi problematika guru BK di setiap satuan pendidikan, di mana terjadi kesenjangan antara jumlah guru BK dengan jumlah siswa yang harus ditangani di satuan pendidikan,” kata Rusman Ya’qub, Selasa (31/10).

Menurutnya, kondisi guru BK merupakan problem serius yang perlu segera ditindaklanjuti.

“Oleh karenanya, saya mengusulkan agar Diknas Prov Kaltim menyediakan layanan khusus yang saya sebut dengan “Klinik Konseling”, yang ditempatkan melekat di kantor cabang Dinas atau di kantor Diknas kabupaten/kota di Kaltim,” sambungnya.

Aksi Politikus Partai Persatuan Pembangunan itu juga didorong oleh rasa prihatin atas pemikiran yang membenarkan bahwa seluruh tanggung jawab atas masalah siswa hanya ada di pundak guru BK.

Seharusnya, masih kata Rusman, setiap guru mata pelajaran (mapel) juga terlibat dalam penyelesaian masalah siswa.

“Sangatlah tidak memadai khususnya di sekolah milik pemerintah, di mana rata-rata jumlah Guru BK paling banyak 5 orang di setiap Satuan Pendidikan (SP), sementara jumlah siswanya sampai ribuan. Belum lagi soal mindset di lingkungan SP bahwa siswa yang bermasalah adalah sepenuhnya tanggung jawab guru BK,” papar Rusman Ya’qub.

Tak hanya itu, untuk menciptakan lingkungan aman dan inklusif, pengadaan Klinik Konseling juga didorong melibatkan para psikolog dan dokter spesialis.

Melalui pendekatan ini, dia berharap masalah-masalah yang memerlukan penanganan khusus dapat dirujuk ke klinik tersebut, sehingga setiap siswa bisa mendapatkan bantuan sesuai dengan apa yang dibutuhkannya.

“Gunanya apa, supaya mengakomodir atau memfasilitasi siswa yang tidak bisa tertangani di sekolahnya, atau bagi siswa yang perlu penanganan khusus, dan di situ pula mengharuskan untuk bisa kerja sama dengan para psikolog dan dokter spesialis jika itu memang dibutuhkan,” usul Rusman. (Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *