Teraskata.com

Dari Timur Membangun Indonesia

Hasanuddin Mas’ud: Sekolah Harus Jadi Ruang Pemulihan, Bukan Sekadar Tempat Menghafal Pelajaran

Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Hasanuddin Mas’ud.(dok: teraskata)

TERASKATAKALTIM – Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Hasanuddin Mas’ud, menegaskan pentingnya transformasi sekolah menjadi ruang yang aman dan empatik bagi remaja, di tengah meningkatnya kenakalan pelajar dan krisis identitas di kalangan generasi muda.

Ia menilai bahwa sistem pendidikan saat ini terlalu berfokus pada nilai dan sanksi, namun abai terhadap kebutuhan psikologis siswa.

“Sekolah seharusnya menjadi ruang perlindungan dan pemulihan. Anak-anak kita butuh tempat untuk memahami diri, bukan hanya tempat mengejar angka dan disiplin administratif,” ujarnya, Sabtu (14/6/25).

Hasanuddin menyoroti bahwa tekanan sosial, kurangnya perhatian dari keluarga, serta eksposur digital yang berlebihan telah menciptakan kondisi di mana remaja rentan kehilangan arah.

Ia juga menilai bahwa pelajar saat ini tidak hanya menghadapi perilaku menyimpang, tetapi juga kebingungan dalam membentuk identitas diri.

Menurutnya, pendekatan pendidikan konvensional kerap gagal merespons dinamika emosional siswa. Ketika ruang diskusi dan pendampingan tidak tersedia, banyak siswa akhirnya memendam masalah yang berdampak pada perilaku mereka.

“Kita terlalu sering sibuk memberi sanksi. Padahal, sebagian besar dari mereka hanya ingin didengar dan dipahami. Pendidikan sejati itu memeluk, bukan menghakimi,” kata Hasanuddin.

Ia mendorong Dinas Pendidikan bersama seluruh lembaga sekolah agar memperkuat sistem konseling dan memperluas ruang interaksi emosional yang sehat.

Sekolah, kata dia, harus dirancang ulang menjadi lingkungan yang ramah, bukan sekadar tempat belajar kognitif.

Lebih jauh, Hasanuddin juga mengkritik lemahnya sinergi antara keluarga dan sekolah. Ia menekankan bahwa pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru, melainkan bagian dari peran bersama yang melibatkan orang tua dan komunitas sekitar.

“Ketika tidak ada figur yang mendampingi di rumah, anak akan mencari panutan lain. Jika sekolah dan keluarga tidak sejalan, risikonya anak terpapar pada pengaruh negatif sangat besar,” jelasnya.

Ia juga menyuarakan perlunya pembaruan kurikulum nasional agar lebih adaptif terhadap kebutuhan sosial dan emosional remaja masa kini. Sistem yang terlalu terpaku pada capaian akademik dianggapnya menghambat proses pembentukan karakter.

“Pendidikan bukan cuma soal sertifikat. Kita bicara tentang masa depan manusia. Sekolah harus memberi rasa aman, memberi ruang untuk tumbuh,” tegasnya.

Hasanuddin menghimbau agar tetap kolaboratif untuk membangun lingkungan pendidikan yang inklusif.

Ia percaya bahwa penguatan hubungan emosional antara siswa, guru, dan keluarga menjadi kunci utama dalam mencegah kenakalan remaja.

“Kalau kita mau menyelesaikan masalah remaja, mulailah dari empati. Bangun kepercayaan, bukan hanya kontrol,” pungkasnya.

RF (ADV DPRD KALTIM)

[gnpub_google_news_follow]
Tutup