SPPG APT Pranoto Sangatta Utara Fokus Jaga Mutu dan Keamanan Pangan Selama Libur Nataru

TERASKATA.Com, Kutai Timur — Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) APT Pranoto, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, menghentikan sementara layanan distribusi Makan Bergizi Gratis (MBG) selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) bagi siswa-siswi penerima manfaat. Kebijakan ini diambil sebagai langkah menjaga mutu, keamanan pangan, serta memastikan program berjalan sesuai mekanisme yang jelas dan terukur.

Meski demikian, sejumlah SPPG lain di Kutai Timur tetap beroperasi selama libur Nataru, di antaranya SPPG Hidayatullah Sangatta Utara, SPPG Dayung Sangatta Utara, serta SPPG Wahau yang masih melakukan distribusi untuk kelompok balita, ibu hamil, dan ibu menyusui (3B).

Kepala SPPG APT Pranoto Sangatta Utara, Dinand Ananda Perdana, menjelaskan penghentian sementara distribusi MBG merupakan bentuk komitmen pihaknya dalam menjaga kualitas layanan. Kebijakan tersebut juga sejalan dengan arahan Koordinator Wilayah Kutai Timur terkait perlunya sosialisasi mekanisme distribusi dan pendataan kelompok rentan, khususnya balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

“Untuk sementara ini SPPG kami belum mendistribusikan MBG ke kelompok 3B. Kami tidak ingin memaksakan distribusi karena mekanismenya masih dirundingkan. Di Sangatta Utara sendiri sudah ada dua SPPG, yakni Hidayatullah dan Dayung, yang melayani distribusi 3B. Sementara kami bersama OPD, SPPG lain, dan korwil melakukan pemetaan serta pendataan agar distribusi ke depan lebih merata,” ujar Dinand saat diwawancarai via telepon.

Kepala SPPG APT Pranoto Sangatta Utara, Dinand Ananda Perdana

Menurut Dinand, berbeda dengan beberapa daerah yang tetap menyalurkan MBG sebagai pengganti libur sekolah, SPPG APT Pranoto memilih mengikuti kalender akademik. Saat kegiatan belajar mengajar diliburkan, distribusi MBG kepada siswa juga dihentikan sementara.

“Kalau sekolah libur, kami juga libur. Prinsipnya jangan dipaksakan. Program ini bukan mengejar target, tapi memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan dengan keamanan pangan yang terjaga,” katanya.

Meski distribusi dihentikan sementara, aktivitas di dapur SPPG tetap berjalan. Para relawan dialihkan untuk mengikuti berbagai kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), seperti pembugaran fisik, senam, sosialisasi standar operasional prosedur (SOP), general cleaning, hingga pelatihan penjamah makanan.

“Kejadian luar biasa seperti keracunan pangan harus dicegah. Karena itu relawan kami dibekali pelatihan penjamah makanan agar standar keamanan pangan benar-benar terjaga,” jelasnya.

Dinand menambahkan, peningkatan kualitas SDM telah dilakukan sejak awal operasional dapur pada September 2025. Relawan yang sebelumnya belum memiliki keterampilan memasak kini telah mengikuti pelatihan dan mengantongi sertifikasi.

“Relawan kami sudah bersertifikat penjamah makanan, dan koki juga memiliki sertifikat Koki Nusantara. Ini sejalan dengan arahan Bupati agar pengolahan makanan dilakukan secara steril dan profesional,” ujarnya.

Ia menegaskan, upaya tersebut merupakan bagian dari dukungan terhadap program penurunan stunting di Kutai Timur, di mana kualitas makanan dan keamanan pangan menjadi faktor kunci keberhasilan program gizi.

Terkait penyesuaian menu selama bulan puasa, Dinand menyebut pihaknya akan mengganti menu basah dengan menu kering yang dapat dibawa pulang dan dikonsumsi saat berbuka puasa. Namun, untuk dua sekolah non-Muslim, yakni SD Star Generation dan TK Star Kids, makanan tetap disajikan untuk dikonsumsi di sekolah.

“Distribusi tetap dilakukan seperti biasa, hanya waktunya digeser mendekati jam pulang sekolah, sekitar pukul 10.00 hingga 11.00 Wita, agar anak-anak tidak tergoda makan lebih awal,” katanya.

Dari sisi anggaran, Dinand menegaskan nilai MBG tetap mengacu pada Rp15.000 per porsi. Penyesuaian menu dilakukan mengikuti fluktuasi harga pasar tanpa mengurangi porsi makanan.

“Kalau harga ayam naik, misalnya menjelang hari besar, kami ganti dengan opsi lain seperti telur. Tapi porsinya tetap. Penyesuaian ini mengacu pada harga harian dari Disperindagkop,” ujarnya.

Meski produksi dihentikan sementara, standar kebersihan dapur tetap dijaga ketat. Sterilisasi peralatan makan dilakukan secara rutin sebanyak tiga kali dalam sepekan, termasuk pengawasan area limbah dan kebersihan lingkungan dapur.

“Walaupun tidak produksi, general cleaning tetap kami lakukan. Ompreng dicuci ulang, dilap, dan dapur dibersihkan total. Kami tidak ingin ada risiko, bahkan debu sekalipun,” pungkasnya. (Ronny/teraskata)