Ketua DPRD Kutim Klarifikasi Isu Pengadaan Viral: Salah Input Perencanaan, Bukan Realisasi Anggaran

TERASKATA.Com, Kutai Timur – Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Jimmy memberikan klarifikasi terkait isu pengadaan barang pemerintah daerah yang sempat ramai disorot publik, termasuk narasi soal harga ranjang hingga ratusan juta rupiah dan belanja kebutuhan kantor yang dinilai tidak masuk akal.

Jimmy menegaskan, data yang beredar tersebut merupakan dokumen perencanaan anggaran, bukan realisasi belanja, dan terjadi kesalahan input data dalam sistem perencanaan.

“Kami sudah memanggil dan meminta penjelasan dari pihak terkait, termasuk bagian umum dan perlengkapan. Mereka menyampaikan bahwa itu salah input, bukan pelaksanaan anggaran,” kata Jimmy kepada teraskata.com saat dijumpai.

Ia menjelaskan, data yang ramai diperbincangkan masyarakat berasal dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) yang sifatnya masih perencanaan awal. Menurut Jimmy, kesalahan terjadi pada jumlah item dan satuan, bukan pada nilai belanja yang benar-benar direalisasikan.

“Contohnya soal ranjang. Yang tertulis satu unit dengan nilai besar itu sebenarnya bukan satu unit, tapi beberapa unit. Jumlah itemnya yang salah input,” ujarnya.

Jimmy juga menepis anggapan bahwa pemerintah daerah akan membeli barang dengan harga tidak wajar. Ia menyebutkan, harga ranjang yang dipersoalkan merupakan jenis king coil, yang secara pasaran memang memiliki rentang harga cukup lebar, mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah tergantung spesifikasi.

“Dalam praktiknya, yang diambil tetap penawaran terendah. Kisaran harganya itu di tengah-tengah, sekitar Rp70 juta sampai Rp80 juta, bukan seperti yang ramai diberitakan,” kata Jimmy.

Selain itu, ia mencontohkan isu pengadaan tisu dan perlengkapan kantor lainnya yang juga dinilai keliru dipahami publik. Angka dalam perencanaan, kata dia, tidak otomatis berarti seluruh barang tersebut akan dibelanjakan.

“Itu tergantung kebutuhan dan pemakaian. Tidak semuanya dibelanjakan sekaligus. Apalagi itu untuk beberapa lokasi, seperti kantor bupati, gedung serbaguna, rumah jabatan, dan masjid,” ujarnya.

Jimmy menambahkan, pengadaan ranjang tersebut juga bukan kegiatan rutin tahunan, melainkan bagian dari peremajaan aset. Terakhir kali pengadaan serupa dilakukan sekitar 10 tahun lalu.

Meski demikian, Jimmy mengapresiasi sikap kritis masyarakat yang ikut mengawasi penggunaan anggaran daerah. Menurutnya, pengawasan publik justru menjadi penguat fungsi DPRD dalam menjalankan tugas pengawasan.

“Pengawasan masyarakat itu bagus. Itu membantu kerja DPRD supaya lebih sensitif dan lebih kuat dalam mengawal anggaran,” katanya.

Namun, ia mengingatkan agar masyarakat membedakan antara dokumen perencanaan dan realisasi anggaran agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat menimbulkan kegaduhan publik.

“Yang penting dipahami, itu masih perencanaan. Bukan berarti anggaran itu sudah dibelanjakan,” pungkasnya. (Ronny/teraskata)