Ketua DPRD Kutim: Infrastruktur Sulit Digenjot karena APBD Terikat Aturan Mandatori

TERASKATA.Com, Kutai Timur – Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Jimmy menilai pembangunan infrastruktur di daerahnya belum bisa dilakukan secara maksimal, meski Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutim tergolong besar. Penyebab utamanya adalah keterbatasan ruang fiskal akibat kebijakan mandatori spending yang ditetapkan pemerintah pusat.

Jimmy menjelaskan, dalam struktur APBD, sebagian besar anggaran sudah “terkunci” untuk belanja wajib, sehingga pemerintah daerah tidak leluasa mengalokasikan dana sesuai kebutuhan riil di lapangan, terutama untuk pembangunan infrastruktur.

“Kalau mau jujur, kita ini sebenarnya geregetan ingin membangun lebih cepat. Tapi ruang kita dibatasi aturan pusat,” kata Jimmy saat ditemui di Kantor DPRD.

Ia mengungkapkan, pemerintah daerah hanya diperbolehkan mengalokasikan maksimal 40 persen APBD untuk belanja infrastruktur. Sementara itu, anggaran lain sudah ditetapkan secara mandatori, seperti belanja pegawai minimal 30 persen dan pendidikan minimal 20 persen.

“Kalau dijumlahkan (belanja pegawai dan pendidikan), itu sudah 50 persen. Infrastruktur maksimal 40 persen. Artinya hampir seluruh APBD sudah terikat aturan. Kita tidak bisa nafsu tinggi, karena memang dibatasi,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi tersebut menjadi salah satu alasan mengapa pembangunan infrastruktur di Kutim belum merata, meskipun APBD daerah terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan, dalam beberapa sektor, pemerintah daerah masih harus bergantung pada dukungan pihak swasta maupun bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Padahal masyarakat berharap infrastruktur bisa lebih merata dan lebih cepat. Tapi dengan skema anggaran seperti ini, ya memang sulit,” katanya.

Jimmy menambahkan, DPRD Kutim sebenarnya mendorong agar pemerintah pusat lebih aktif membantu daerah melalui alokasi anggaran APBN, khususnya untuk proyek-proyek strategis yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi.

“Kalau dari APBD ruangnya terbatas, harapannya APBN ikut masuk. Itu yang terus kita dorong ke pemerintah pusat,” ucapnya.

Ia menegaskan, keterbatasan tersebut bukan berarti pemerintah daerah tidak memiliki keinginan kuat membangun. Namun, regulasi fiskal nasional membuat daerah harus menyesuaikan prioritas pembangunan setiap tahun anggaran.

“Kalau saya punya uang lebih, tentu semuanya mau kita bangun. Tapi faktanya, sistem anggaran kita memang seperti itu,” tutup Jimmy. (Ronny/teraskata)