TERASKATA.Com Kutai Timur – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim), Faizal Rachman, menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang mengalihkan sebagian nilai Transfer ke Daerah (TKD).
Ia mempertanyakan kejelasan penggunaan dana yang disebut “dialihkan”, bukan “dipotong”, dari anggaran daerah ke pemerintah pusat.
Menurut Faizal, pemerintah pusat menggunakan istilah pengalihan untuk menggantikan istilah pemotongan dana transfer.
Ia menilai langkah tersebut tetap mengurangi kemampuan fiskal daerah dalam menjalankan program pembangunan.
“Bahasanya memang pengalihan, bukan pemotongan. Tapi faktanya, dana itu ditarik oleh pusat untuk dilaksanakan oleh mereka di daerah,” ujar Faizal, di Sangatta.
Ia menilai, alasan pemerintah pusat menarik dana tersebut karena menilai beberapa program daerah tidak mampu direalisasikan dengan optimal.
Akan tetapi, hal itu tidak serta-merta membenarkan pengalihan anggaran tanpa kejelasan program pengganti di daerah.
“Kalau memang dana itu dialihkan, harus jelas program apa dari pusat yang nilainya setara dengan yang ditarik dari Kutim,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.
Faizal mencontohkan, jika Dana Bagi Hasil (DBH) Kutim pada 2025 sebesar Rp7 triliun dan kemudian berkurang menjadi Rp3 triliun, maka sekitar Rp4 triliun disebut dialihkan ke pusat.
“Kalau begitu, program apa yang nilainya Rp4 triliun yang akan masuk ke Kutim tahun 2026? Harus ada kejelasan, karena istilahnya kan pengalihan,” ujarnya.
Ia mengakui bahwa rendahnya penyerapan anggaran daerah turut menjadi alasan pemerintah pusat menarik dana tersebut.
Menurutnya, hal itu perlu dijadikan bahan introspeksi tanpa mengorbankan kemandirian daerah.
“Memang benar, Kutim harus introspeksi karena sering melaksanakan program di akhir tahun. Tapi tetap, harus ada transparansi. Kalau anggaran ditarik, maka harus ada program nasional yang masuk dengan nilai setara,” pungkasnya. (Adv)


