Kutim — Seorang ibu di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) melaporkan tindakan bejat berupa pencabulan yang dilakukan oleh salah seorang oknum terhadap anaknya sendiri.
“Saya ingin melaporkan kepada bapak (kepolisian) perihal bahwa telah terjadi tindak pidana persetubuhan anak di bawah umur,” tulis ibu tersebut dalam laporannya.
Wanita itu membeberkan bahwa pada Jumat 1 Maret lalu, tepatnya pukul 10:00 Wita, dirinya mendapat kabar dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kutim.
Kabar yang didapatkannya itu adalah aksi bejat yang dilakukan oleh suaminya. Sang suami, kata dia, tega melakukan aksi tak senonoh kepada anaknya sendiri.
“Saya mendapat informasi dari Dinas UPTD PPA Kutai Timur terkait anak saya yang telah mengalami tindak pidana pencabulan dan persetebuhan yang dilakukan oleh suami saya yang juga merupakan bapak tiri dari anak saya,” bebernya.
Untuk memastikan informasi itu, ia menanyakan langsung kepada anaknya terkait dengan laporan yang mengagetkan tersebut. Si anak pun tak ragu dan langsung menjawab, “iya.”
Saat dikonfirmasi, Biro Hukum Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC-PPA) Kaltim, Sudirman, membeberkan kejadian tersebut, yang nyatanya bermula pada tahun 2021.
“Pencabulan yang dilakukan oleh ayah tirinya itu kan terjadi di 2021 kemarin. Yang awalnya itu memang terjadi masih sebatas megang atau hanya sekedar pelecehan gitu. Nah kemudian itu terus berlanjut,” tuturnta saat ditemui, Jumat (22/3) malam.
“Nah di 2022 sebelum puasa, tadi disampaikan bu Rina (ketua TRC-PPA Kaltim), itu sudah terjadi hal itu, jadi gitu,” tambahnya.
Sudirman lalu membeberkan bahwa usai kejadian itu, terduga sempat mengatakan kepada anaknya agar hal tersebut tidak boleh diketahui oleh siapa pun.
“Si terduga ini sempat mengatakan kepada anaknya pasca kejadian itu, bahwasanya ini hanya kita saja yang tahu. Hanya dia dan si anak yang tahu,” terangnya
“Dan malam ini memang kita dari lembaga TRC-PPA langsung membuat laporan ya, karena bagi kami secara kelembagaan kasus seperti ini memang tidak bisa didiamkan dan tidak boleh ada proses di luar peradilan terkait dengan kasus-kasus seperti ini,” tegas dia.
Sudirman juga mengaku terduga memakai kuasa hukum. Menurutnya, kalau memang benar adanya bahwa pelaku tidak melakukan itu, “Ngapain dia pake kuasa hukum gitu toh?,” tanya dia keheranan.
“Nah kalau kemudian dia melakukan itu lalu menyewa atau memakai atau menggunakan jasa kuasa hukum ya sah-sah saja, boleh boleh saja, ya silahkan saja kuasa hukumnya dampingi. Kan tidak ada yang melarang untuk didampingi,” katanya.
Bahkan, bagi dia, jika pun tidak ada yang mendampingi terduga, bisa saja dari pihak kepolisian yang bakal menyediakan pendampingan.
“Yang jelas kami berharap siapa pun kemudian yang mendampingi si terduga ya silakan saja ikuti proses dan tahapan yang telah diatur di dalam perundang-undangan kita,” tandasnya.
“Jadi supaya kita sama-sama memahami bahwasanya kejadian seperti ini yang namanya pencabulan atau pelecehan, tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak, tidak mesti si korban atau pun keluarganya yang wajib melaporkan, bisa saja orang lain ataupun lembaga yang mengetahui kejadian tersebut. Mereka juga bisa melaporkan,” paparnya.
Dirinya menjelaskan, kekerasan seksual seperti ini bukanlah delik aduan tetapi delik biasa, di mana aparat kepolisian boleh dan sah memproses kejadian tersebut ketika mereka mengetahui informasinya.
Lebih lanjut Sudirman menegaskan kepada seluruh pihak agar memahami niat lembaganya dalam mengurusi masalah khusus di bidang perempuan.
“Jadi TRC-PPA ini hadir bukan untuk mencari masalah dengan siapa-siapa. Tapi ingin mengakomodir terkait dengan korban. Karena kebanyakan memang korban ini tidak memiliki keberanian,” ucapnya.
“Kemudian mereka (para korban) banyak yang tak tahu harus ke mana, cara mengadunya seperti apa. Inilah salah satu tujuan TRC-PPA, untuk mendampingi para korban,” pungkasnya.
Diketahui, terduga pelaku pencabulan adalah salah seorang pemegang jabatan di salah satu instansi di Kabupaten Kutai Timur. (*)