Teraskata.com

Dari Timur Membangun Indonesia

Kades Martadinata Sebut Pernyataan Agus Haris Provokatif dan Menyesatkan

admin admin admin
Kolase Foto Sutrisno dan Agus Haris

TERASKATA.Com, Kutim Putusan MK soal perkara tapal batas kampung sidrap di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan tidak otomatis menghentikan kisruh perebutan wilayah antara Kota Bontang dan Kutai Timur.

Wakil Wali Kota Bontang Agus Haris masih ngotot mengeklaim kampung sidrap sebagai bagian dari Kota Bontang. Itu ditegaskan Agus Haris dengan menolak mencabut status sejumlah RT di Kampung Sidrap dan tetap masuk sebagai bagian dari Kota Bontang.

Agus Haris bahkan menegaskan, bahwa putusan MK tidak mengesahkan wilayah kampung sidrap sebagai bagian dari Kutim. Politisi Gerindra itu bahkan menuding Pemkab Kutim melakukan intimidasi terhadap warga kampung sidrap untuk memperbaharui administrasi kependudukan mereka.

”Karena itu adalah tindakan yang melanggar Hak Asasi manusia dan Hak Warga Negara yang di jamin oleh konstitusi yakni uu dasar 45. Karena dalam konstitusi kita Hak Asasi manusia itu dilindungi dan Hak Warga Negara itu di penuhi. Jadi negara tidak boleh sewenang-wenang kepada warga negara hanya karna alasan UU. Sebab menegakan UU harus patuh dan taat pada UU, jadi warga negara berhak berkumpul dan berserikat serta tinggal dimana saja dan memilih administrasi kependudukan dimana saja di republik ini,” tegas Agus Haris dalam rilisnya baru-baru ini.

Menanggapi itu, Kepala Desa Martadinata, Sutrisno, S.Pd menilai narasi yang dibangun Agus Haris sangat provokatif dan menyesatkan masyarakat. Menurutnya, tudingan intimidasi terhadap warga Kampung Sidrap yang dialamatkan kepada Pemkab Kutim adalah bentuk upaya mendistorsi hukum yang sangat berbahaya dalam kehidupan sosial masyarakat. Narasi itu justru memecah belah masyarakat dan membingungkan warga di lapangan.

Sutrisno menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XXII/2024 telah secara sah menetapkan Kampung Sidrap berada di wilayah administrasi Kabupaten Kutai Timur. Sehingga seluruh kebijakan kependudukan harus mengacu pada keputusan tersebut.

“Tudingan bahwa Pemkab Kutim melakukan intimidasi sangat keliru. Pemerintah Kutim tidak memaksa, tapi menegakkan hukum agar warga Kampung Sidrap memiliki kepastian administratif sesuai konstitusi,” tegasnya.

Ia menilai langkah Pemkab Kutim dalam penataan data kependudukan merupakan tanggung jawab konstitusional demi ketertiban pemerintahan dan keadilan pelayanan publik.

“Kalau warga terus memakai identitas wilayah yang tak sesuai hukum, pelayanan publik mereka justru terhambat. Ini bukan soal politik, tapi soal ketaatan hukum,” ujarnya.

Sutrisno menyampaikan keprihatinan terhadap masyarakat Kampung Sidrap yang menjadi korban dari retorika politik yang menyesatkan.

“Kasihan masyarakat Kampung Sidrap. Mereka hanya ingin hidup tenang dan mendapat pelayanan yang pasti. Jangan lagi dipolitisasi,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan pejabat publik untuk berhati-hati dalam berpernyataan, terutama yang bisa menimbulkan kesalahpahaman hukum dan sosial.

“Mengatasnamakan HAM untuk menolak keputusan konstitusi itu keliru. HAM tidak boleh dijadikan alat melawan hukum negara,” tegasnya.

Sutrisno menambahkan, Pemkab Kutim selalu menempuh pendekatan persuasif dan dialogis, bukan koersif, dalam penataan administrasi warga Kampung Sidrap.

Sutrisno berharap Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, dapat memberikan teguran dan arahan kepada wakilnya.

“Saya berharap Ibu Wali menegur wakilnya yang sering mengeluarkan pernyataan bernuansa tidak baik. Pernyataan publik seharusnya menenangkan, bukan memanaskan suasana,” tandasnya.

Sutrisno menegaskan, persoalan Kampung Sidrap bukan persoalan politik, melainkan penegakan hukum dan kepastian pelayanan publik bagi masyarakat yang selama ini terabaikan. (mal/teraskata)

Tutup