‘Gagal Paham’ Gubernur Kaltim Soal ‘De Facto dan De Jure’ dalam Kasus Sengketa Kampung Sidrap
TERASKATA.Com, Kutai Timur – Gubernur Kalimantan Timur memberikan pernyataan yang dinilai semakin menambah polemik sengketa kampung sidrap.
Menurut Gubernur, secara de jure kampung sidrap milik Kutai Timur, sedangkan secara de facto milik Kota Bontang.
“De facto-nya ada di Bontang, de jure-nya ada di Kutim,” tandasnya
Untuk diketahui, De Facto dan De Iure adalah istilah latin yang kerap digunakan dalam hukum dan politik untuk membedakan antara situasi berdasarkan kenyataan (de facto) dan berdasarkan hukum (de jure).
Seharusnya, terkait polemik kampung sidrap, Gubernur cukup mengacu pada fakta hukum yang ada terkait kepemilikan wilayah Kampung Sidrap. Acuannya seharusnya adalah aturan hukum tentang kepemilikan wilayah daerah.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sekarang diubah menjadi UU No. 23 Tahun 2014, adalah instrumen hukum yang harus menjadi rujukan dalam menyelesaikan persoalan kampung Sidrap.
Pernyataan Gubernur Kaltim terkait secara De Facto Kampung sidrap ada di Bontang juga tidak berdasar. Karena faktanya, wilayah Kampung Sidrap hingga saat ini masih dalam wilayah Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur.
Terkait adanya sejulah warga yang berdomisili di Kampung Sidrap namun ber-KTP Bontang, itu adalah lain. Karena substansi dari persoalan yang ada di kampung Sidrap terkait kepemilikan wilayah.
Pernyataan Gubernur Kaltim itu, menuai protes dari Ketua DPRD Kutim, Jimmi. Menurut Jimmi, Kampung Sidrap hingga saat ini masih sangat jelas berada di wilayah Kutai Timur.
”De facto dan de jure itu gak ada. Gak ada seperti itu. Karena ini sudah jelas, batas wilayahnya sudah jelas ini milik Kutim,” kata Jimmi dikutip dari Katakaltim.com.
Menurutnya, Gubernur selayaknya tidak mengeluarkan pernyataan demikian. Mengingat Kampung Sidrap bukanlah daerah hasil perang yang diperebutkan, yang mesti diberikan label tersebut.
“Udah jelas undang-undangnya, secara de jure dan de facto ini milik Kutim,” tegasnya. (*)
Tinggalkan Balasan