BRIN Sebut Jokowi Menyalahgunakan Kekuasaan, Melanggar Hak Kebebasan Warga

TERASKATAKALTIM — Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melayangkan kritik kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pernyataannya menyangkut data intelijen dalam kondisi internal dan agenda seluruh partai politik.

Kritik itu disampaikan BRIN dalam kajian klaster Konflik, Pertahanan, dan Keamanan Pusat Riset Politik (PRP) BRIN dan dipaparkan melalui webinar.

Peneliti dan Koordinator klaster PRP BRIN Muhamad Haripin menyampaikan sejumlah catatan terkait dengan pernyataan Jokowi tersebut.

Menurutnya, Jokowi tengah melakukan praktik spionase politik terkait pernyataannya yang mengaku mempunyai data intelijen soal kondisi internal dan agenda partai politik.

Lebih jauh, Haripin beranggapan, pernyataan Jokowi juga memperlihatkan hubungan antara presiden dan lembaga intelijen yang sarat akan konflik kepentingan.

“Dari analisis kami memang ada risiko apa yang diungkapkan presiden adalah satu praktik dari intelijen politik,” tegas Haripin dalam Webinar Bahaya Penyalahgunaan Intelijen dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024, dikutip dari kanal YouTube BRIN, Kamis (21/9).

Menurut Haripin berdasarkan kajian dan analisis di PRP BRIN, aksi spionase terhadap parpol mengindikasikan terjadinya penyalahgunaan intelijen untuk kepentingan kekuasaan.

Hal itu akan berdampak pada pelanggaran hak kebebasan warga, menjadi ancaman serius dalam proses menjelang Pemilu 2024, dan mengancam nilai kebangsaan yang termuat di dalam Pancasila.

Haripin melanjutkan, mobilisasi intelijen untuk mematai-matai parpol adalah penyalahgunaan kekuasaan.

Alasannya, tugas intelijen adalah mengumpulkan dan mengolah informasi terkait ancaman, bukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) tentang koalisi atau oposisi politik.

Haripin menilai dari pernyataan Jokowi itu terindikasi terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang mengatur pembagian fungsi intelijen di antara Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, dan Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri.

Praktik memata-matai parpol juga dinilai sebagai wujud intimidasi negara. Dampaknya, masih kata Haripin, dapat menimbulkan ketakutan dalam masyarakat, enggan berpartisipasi dalam kehidupan politik, berbangsa dan bernegara, di tengah situasi menuju Pemilu 2024.

“Aksi spionase terhadap partai politik mencederai prinsip Luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan Jurdil (jujur, adil). Aksi mata-mata bisa dipandang sebagai bentuk obstruksi (menghalangi) terhadap upaya menyukseskan Pemilu 2024,” ucap Haripin, dilansir dari kompas.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Ahli Utama klaster Partisipasi Politik, Pemerintahan, dan Otonomi Daerah PRP BRIN Firman Noor memandang terdapat sejumlah pelanggaran kewenangan institusional dari pernyataan Jokowi.

Pertama adalah pelanggaran kekuasaan presiden. Firman menilai presiden telah melanggar prinsip demokrasi dengan “terlalu jauh ke dalam” hingga mengetahui dinamika internal partai politik melalui spionase intelijen.

“Selangkah lagi atau setengah langkah lagi artinya sudah sangat terbuka peluang intervensi secara tidak langsung yang secara nyata dilakukan oleh presiden dalam mengintruksi partai-partai politik,” ucap Firman.

BRIN kemudian meminta dengan segera agar DPR RI menindaklanjuti pernyataan Presiden Jokowi tersebut. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *