Oleh : Dr. dr. H. Andi Sofyan Hasdam, Sp.S
Hari ini 3 Mei, Tenaga Ahli Utama Deputi Kantor Staf Presiden (KSP) RI Noch Trianduk Malissa diajak oleh Walikota Bontang Basri Rase meninjau rencana RSUD tipe D di Jalan Ahmad Yani Bontang. Dan oleh Tenaga dari KSP ini langsung mengatakan rumah sakit itu tidak layak, dibangun asal-asalan bahkan dianggap pemborosan. Indikatornya, karena UGD berada di lantai 2.
Saya membuat catatan ini bukan karena saya mantan walikota, bukan pula karena saya suami dari dr. Neni Moerniaeni yang menjabat walikota ketika rumah sakit itu dibangun, namun karena saya dokter yang setidaknya sudah beberapa kali datang ke rumah sakit tersebut dan juga memberi masukan sejak rumah sakit itu di bangun.
Ada dua hal yang memang menjadi catatan saya. Pertama, UGD memang sebaiknya berada dilantai satu. Yang kedua, agar membebaskan lahan bagian belakang untuk perluasan lapangan parkir. Dengan UGD dilantai 2 sebetulnya juga bukan kendala mutlak, karena dg lift khusus hanya memerlukan satu menit (sesuai hasil simulasi).
Sebetulnya keengganan walikota Basri Rase untuk mengaktifkan rumah sakit ini sudah terdengar dari awal. Kalau info itu benar, konon ada pihak yg melihat rumah sakit ini sebagai saingan. Bagi saya, sah saja jika pejabat yang sedang berkuasa ingin membatalkan rumah sakit yang dibangun oleh pendahulunya. Hanya saja dari segi etika pemerintahan tentu kurang terpuji karena yang membangun ini walikota dan bukan dr. Neni. Dan lebih aneh lagi kalau gedung ini digunakan untuk perkantoran lain karena bangunan ini dirancang sesuai penataan rumah sakit.
Menggunakan tangan orang lain untuk membatalkan penggunaan rumah sakit ini bukan pertama kali dilakukan. Sebelumnya melalui Kepala Dinas Kesehatan drg. Toetoek pernah menyewa konsultan dari FKM Unair. Kesimpulan dari tim tersebut sesuai yang sudah diduga: Rumah sakit ini tidak layak. Tapi anehnya, ketika konsultan ini kami kontak, baik pertelepon maupun Wa tdk pernah dia respons, karena dasar yang mereka gunakan untuk mengatakan tidak layak sangat tidak berbasis keilmuan.
Kalau mereka mengatakan pembangunan rumah sakit ini pemborosan karena sdh ada RS Taman Husada, berarti orang ini tidak faham dg sistem rujukan yang harusnya bisa di jelaskan oleh Kepala BPJS yg ikut di dalam tim KSP tadi. Tidakkah mereka melihat semua kota memiliki RS Kelas A/B dan juga memiliki RS tipe C/D. Apalagi ketika rumah sakit tipe D ini di bangun, Bed Occupancy Rate (tingkat hunian) RSUD Taman Husada hanya berkisar 35-40 %.
Demikian penjelasan saya, yang sebetulnya sdh lama ingin saya sampaikan. Cuma kali ini saya merasa sdh saatnya saya jelaskan agar masyarakat Bontang tidak ikut- ikutan mengatakan rumah sakit ini tidak perlu. Padahal jika rumah sakit ini berfungsi, sistem rujukan akan semakin baik dan pelayanan pasienpun pasti lebih terjamin. (*)