Terganjal Sengketa Lahan, Aktivitas Proyek Turap Rp76 Miliar Harus Dihentikan!
TERASKATA.Com, Bontang – Proyek pembangunan turap senilai Rp76 miliar di kawasan Hop, Kelurahan Kanaan, Bontang Barat terganjal sengketa lahan.
Pasalnya, pembangunan turap ini menyentuh lahan milik warga, ahli waris dari almarhum H. Sinnok mengantongi Akta Jual Beli (AJB) dan alas hak berupa surat garapan atau segel atas tanah yang dimaksud.
Selain tersentuh pembangunan, lahan milik almarhum H. Sinnok juga dijadikan lokasi penampungan material oleh pihak perusahaan pelaksana proyekk tersebut.
Sayangnya, pihak perusahaan pelaksana proyek tidak pernah meminta izin apalagi memberikan kompensasi kepada ahli waris H Sinnok sebagai pemilik lahan.
Pihak perusahaan ditengarai salah bayar. Karena memberikan kompensasi kepada warga atas nama Badrun yang mengaku sebagai pemilik lahan tersebut. Klaim kepemilikan Badrun hanya dibuktikan dengan surat akta yang dikeluarkan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang diterbitkan tahun 2012 oleh Camat Bontang Barat saat itu sebagai PPATS.
Padahal, Ahli Waris Almarhum H Sinnok memiliki bukti dokumen kepemilikan yang lengkap. Dimulai dengan AJB dari Alisan kepada H. Hasim Efendi yang terbit pada Tahun 1982. Kemudian AJB dan bukti pelepasan hak dari H Hasim Efendi kepada H Sinnok yang terbit pada tahun 1984.
Untuk itu pihak ahli waris Almarhum H Sinnok, mendesak pihak perusahaan untuk menghentikan aktivitas pengerjaan proyek diatas lahan miliknya, tanpa seizin ahli waris H Sinnok.
Nur Andika sebagai kuasa yang ditunjuk ahli waris H Sinnok sudah mendaftarkan sengketa lahan itu ke Pengadilan Negeri Bontang pada Selasa (2/9/2025) siang tadi.
Pihak Ahi waris juga sudah memasang spanduk larangan aktivitas di atas lahan tersebut. Spanduk bertuliskan tanah seluas 26.600 meter persegi itu dimiliki H. Sinnok berdasarkan surat No. 33/PPAT 1982.
“Kami sudah mendaftarkan sengketa ini ke Pengadilan Negeri Bontang. Maka kami berani memasang plang larangan,” tegas Nur Andika.
Setelah sengketa lahan itu diregistrasi PN Bontang, maka sejak saat itu juga status lahan dalam sengketa. Sehingga tidak boleh ada pihak manapun yang beraktivitas diatas lahan yang disengketakan, sebelum ada keputusan hukum tetap atau incracth.
Selain melarang pihak perusahaan melanjutkan aktivitas diatas lahan sengketa, Nur Andika juga mendesak kepada pihak perusahaan menarik uang kompensasi yang sudah terlanjur diberikan kepada pihak lain, yang mengaku sebagai pemilik lahan tersebut.
Menurutnya, itu wajib dilakukan pihak perusahaan. Jika tidak, maka sama halnya pihak perusahaan melegitimasi pihak lain sebagai pemilik atas lahan yang sedang disengketakan. Dan itu mendahului keputusan hukum tetap dari pengadilan.
Sementara itu, Camat Bontang Barat Ida, Lurah Kanaan Simon, dan pihak kontraktor proyek Surya dan Teguh langsung bertemu dengan Andika untuk menengahi konflik.
Simon mengakui bahwa dalam sosialisasi awal, lahan tersebut dikenali sebagai milik H. Badrun. Meski demikian ia berjanji akan tetap netral dan memfasilitasi mediasi lebih lanjut.
”Kami baru tahu belakangan kalau lahan ini dalam sengketa,” katanya.
Sedangkan penanggungjawab proyek, Surya mengaku belum bisa memastikan soal kompensasi. Ia mengeklaim pihaknya hanya memberikan ganti rugi tanam tumbuh, bukan kompensasi lahan.
”Kami akan komunikasikan dulu ke Dinas PUPR. Kami hanya pelaksana. Kami tidak mengganti lahan, hanya tanam tumbuh saja. Karena itu aturan dari PU,” jelas Surya. (teraskata)